Detik-detik eksekusi mati terpidana kasus n4rk*ba pada Freddy Budiman dkk ‘menggetarkan’ Tanah Air. Ada yang pro serta banyak yang kontra pada eksekusi mati ini. Mereka punya alasan masing-masing.
Termasuk juga Harris Azhar, Koordinator Kontras. Dia menulis panjang cerita pernyataan Freddy Budiman, salah satu bandar kakap. Tulisan Harris atas pernyataan Freddy Budiman mengungkap sebagian kenyataan yang jarang di ketahui banyak orang.
Berikut tulisan kesaksian Harris Azhar dari Freddy Budiman :
“Cerita Busuk dari seorang Bandit”
Kesaksian berjumpa Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)
Di dalam proses persiapan eksekusi hukuman mati yang ketiga di bawah pemerintahan Joko Widodo, saya menyakini kalau proses ini hanya untuk ugal-ugalan popularitas. Bukanlah karena usaha keadilan. Hukum yang seharusnya dapat bekerja dengan cara komprehensif menyeluruh dalam menanggulangi kejahatan ternyata cuma mimpi. Masalah Penyeludupan Narkoba yang dikerjakan Freddy Budiman, begitu menarik disimak, dari segi kelemahan hukum, seperti yang saya berikan berikut ini.
Di tengah-tengah saat kampanye Pilpres 2014 dan kesibukan saya berpartisipasi memberi pendidikan HAM di orang-orang di saat kampanye pilpres itu, saya peroleh undangan dari satu organisasi gereja. Lembaga ini aktif lakukan pendampingan rohani di Lapas Nusa Kambangan (NK). Lewat undangan gereja ini, saya jadi memiliki kesempatan berjumpa dengan beberapa narapidana dari masalah teroris, korban kasus rekayasa yang dipidana hukuman mati. Diantaranya saya berjumpa dengan John Refra dengan kata lain John Kei, juga Freddy Budiman, terpidana mati masalah N4rk*ba. Lalu saya juga sempat berjumpa Rodrigo Gularte, narapidana WN Brasil yang dieksekusi pada gelombang ke-2 (April 2015).
Saya pantas berterima kasih pada Ayah Sitinjak, Kepala Lapas NK (waktu itu), yang memberi kesempatan dapat bicara dengannya serta bertukar pikiran masalah kerja-kerjanya. Menurut saya Pak Sitinjak begitu tegas serta disiplin dalam mengelola penjara. Berbarengan stafnya beliau lakukan sweeping serta pemantauan pada penjara serta narapidana. Pak Sitinjak nyaris setiap hari memerintahkan jajarannya lakukan sweeping kepemilikan HP serta senjata tajam. Bahkan juga saya lihat sendiri hasil sweeping itu, diketemukan banyak sekali HP serta beberapa senjata tajam.
Namun malang Pak Sitinjak, di dalam kerja kerasnya membangun integritas penjara yang di pimpinnya, termasuk juga menempatkan dua kamera sepanjang 24 jam memantau Freddy budiman. Beliau bercerita sendiri, beliau pernah sekian kali disuruh petinggi BNN yang kerap berkunjung ke Nusa Kambangan, supaya mencabut dua kamera yang mengawasi Freddy Budiman itu.
Saya mengangap ini aneh, sampai muncul pertanyaan, mengapa pihak BNN berkeberatan ada kamera yang mengawasi Freddy Budiman? Bukankah status Freddy Budiman sebagai penjahat kelas “kakap” justru mesti dipantau dengan cara ketat? Pertanyaan saya ini terjawab oleh cerita serta kesaksian Freddy Budiman sendiri.
Menurut ibu pelayan rohani yang mengajak saya ke NK, Freddy Budiman memanglah berkemauan berjumpa serta bicara segera dengan saya. Pada hari itu mendekati siang, di satu ruangan yang dipantau oleh Pak Sitinjak, dua pelayan gereja, dan John Kei, Freddy Budiman bercerita nyaris 2 jam, mengenai apa yang ia alami, serta kejahatan apa yang ia kerjakan.
Freddy Budiman menyampaikan kurang lebih begini pada saya :
“Pak Haris, saya bukanlah orang yang takut mati, saya siap dihukum mati lantaran kejahatan saya, saya tahu, kemungkinan kejahata yang saya lakukan. Namun saya juga kecewa dengan beberapa petinggi serta penegak hukumnya.
“Saya bukan bandar, saya adalah operator penyeludupan n4rk0ba skala besar, saya memiliki bos yang tak ada di Indonesia. Dia (bos saya) ada di Cina. Bila saya ingin menyeludupkan n4rk0ba, saya tentunya acarain (atur) itu. Saya telephone polisi, BNN, Bea Cukai serta beberapa orang yang saya telpon itu semuanya nitip (menitip harga). Menurut Pak Haris berapa harga n4rk0ba yang saya jual di Jakarta yang pasarannya 200. 000 – 300. 000 itu? ”
Saya menjawab 50. 000. Fredi langsung menjawab :
“Salah. Harga nya cuma 5000 perak keluar dari pabrik di Cina. Maka dari itu saya tak pernah takut jika
ada yang nitip harga ke saya. Saat saya telephone si pihak spesifik, ada yang nitip Rp 10. 000 per butir, ada yang nitip 30. 000 per butir, dan itu saya tak pernah katakan tidak. Selalu saya okekan. Kenapa Pak Haris? ”
Fredy menjawab sendiri. “Karena saya dapat bisa per butir 200. 000. Jadi bila hanya membagi rejeki 10. 000- 30. 000 ke masing-masing pihak didalam institusi khusus, itu tak ada permasalahan. Saya hanya butuh 10 miliar, barang saya datang. Dari keuntungan penjualan, saya dapat bebrapa buat beberapa puluh miliar ke beberapa petinggi di institusi khusus. ”
Fredy meneruskan ceritanya. “Para polisi ini dapat tunjukkan sikap main di berbagai kaki. Saat saya bawa itu barang, saya di tangkap. Saat saya di tangkap, barang saya disita. Namun dari informan saya, bahan dari sitaan itu juga dijual bebas. Saya jadi dipertanyakan oleh bos saya (yang di Cina). ‘Katanya udah deal sama polisi, namun kenapa lo di tangkap? Sudah gitu kalau di tangkap mengapa barangnya beredar? Ini yang main polisi atau lo? ’”
Menurut Freddy, “Saya tau pak, setiap pabrik yang bikin n4rk0ba, miliki ciri masing-masing, mulai bentuk, warna, rasa. Jadi bila barang saya di jual, saya ketahui, dan itu ditemukan oleh jaringan saya di lapangan. ”
Fredi meneruskan lagi. “Dan mengapa hanya saya yang dibongkar? Kemana beberapa orang itu? Dalam hitungan saya, selama satu tahun lebih kerja menyeludupkan narkoba, saya sudah berikan uang 450 Miliar ke BNN. Saya telah kasih 90 Milyar ke petinggi spesifik di Mabes Polri. Bahkan juga saya memakai sarana mobil TNI bintang 2, dimana si jendral duduk di samping saya saat saya menyetir mobil itu dari Medan hingga Jakarta dengan keadaan di bagian belakang penuh barang narkoba. Perjalanan saya aman tanpa ada masalah apa pun.
“Saya prihatin dengan petinggi yang seperti ini. Saat saya di tangkap, saya disuruh untuk mengakui serta bercerita di mana dan siapa bandarnya. Saya katakan, investor saya anak satu diantara petinggi tinggi di Korea (saya kurang paham, korut apa korsel- HA). Saya siap nunjukin di mana pabriknya. Serta saya juga pergi dengan petugas BNN (tak jelas satu atau dua orang). Kami pergi ke Cina, hingga ke depan pabriknya. Lantas saya katakan pada petugas BNN, ingin ngapain lagi saat ini? Serta pada akhirnya mereka tidak paham, hingga kami juga kembali.
“Saya senantiasa kooperatif dengan petugas penegak hukum. Bila menginginkan bongkar, mari bongkar. Namun kooperatif-nya saya digunakan oleh mereka. Saat saya dikatakan kabur, sebenarnya saya bukanlah kabur. Saat di tahanan, saya didatangi polisi serta ditawari kabur, walau sebenarnya saya tidak ingin kabur, lantaran dari dalam penjara juga saya dapat mengatur bisnis saya. Namun saya ketahui polisi itu perlu uang, jadi saya terima saja. Namun saya katakan ke dia bila saya tak punya duit. Lantas polisi itu mencari utang duit kurang lebih 1 miliar dari harga yang disetujui 2 miliar. Lalu saya juga keluar. Saat saya keluar, saya berikanlah janji setengahnya lagi yang saya bayar. Namun beberapa hari kemudian saya ditangkap lagi. Saya paham kalau saya di tangkap lagi, lantaran dari pertama saya memahami dia hanya akan memeras saya. ”
Freddy juga mengekspresikan kalau dia kasihan serta tidak terima bila beberapa orang kecil, seperti supir truk yang membawa container narkoba yang malah dihukum, bukanlah si bebrapa pejabat yang membuat perlindungan.
Lalu saya ajukan pertanyaan ke Freddy di mana saya bisa dapat cerita ini? Mengapa Anda tak bongkar narasi ini? Lalu Freddy menjawab :
“Saya telah cerita ke lawyer saya, bila saya ingin bongkar, ke siapa? Makanya saya penting ketemu Pak Haris, agar Pak Haris dapat bercerita ke umum luas. Saya siap dihukum mati, namun saya prihatin dengan keadaan penegak hukum sekarang ini. Cobalah Pak Haris baca saja di pledoi saya di pengadilan, seperti saya berikan disana. ”
Lalu saya juga mencari pledoi Freddy Budiman, namun pledoi itu tak ada di website
Mahkamah Agung. Yang ada cuma putusan yang tercantum di situs itu. Putusan itu juga tak mencantumkan info yang di sampaikan Freddy, yakni ada keterlibatan aparat negara dalam kasusnya.
Kami di KontraS coba mencari kontak pengacara Freddy, namun menariknya, begitu kayanya informasi di internet, tidak ada satu juga info yang mencantumkan di mana serta siapa pengacara Freddy. Dan kami gagal menjumpai pengacara Freddy untuk mencari info yang di sampaikan, apakah masuk ke berkas Freddy Budiman hingga dapat kami mintakan info perkembangan masalah tersebut . ***
"Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa dishare ya, supaya teman-teman yang lain juga tahu informasi ini."

Tidak ada komentar:
Posting Komentar